Beranda Kajian Fiqih Islam Apa setelah Asar di Larang Menguburkan Jenazah

Apa setelah Asar di Larang Menguburkan Jenazah

89
0
Apa setelah Asar di Larang Menguburkan Jenazah

Aminsaja.comApa setelah Asar di Larang Menguburkan Jenazah. Menguburkan jenazah merupakan prosesi tahap terakhir dalam mengurusi jenazah. Menguburkan jenazah akan membangkitkan kesadaran umat muslim dalam melaksanakan kewajiban beragama maupun bersosial. Selain itu, melihat jenazah akan mengingatkan manusia bahwa kehidupan tidak ada yang abadi. Kematian menjadi suratan takdir tanda berakhir perjalanan kehidupan seseorang di dunia, untuk menjalani dunia lain.

Nah bagaimana menguburkan jenazah setelah asar?. Disinilah ada beberapa pandangan ulama tentang menguburkan jenazah setelah asar, dengan keterangan sebagai berikut:

1. Makruh. dengan berdasarkan hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Uqbah bin Amir RA ia mengatakan:

ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّىَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ

Artinya: “Ada tiga waktu, di mana Rasulullah SAW melarang kita untuk melakukan salat sunah mutlak dan menguburkan jenazah kaum muslimin, yaitu ketika matahari baru terbit hingga sudah naik ke atas, ketika matahari tepat berada di atas kepada hingga dia condong sedikit dan ketika matahari hampir terbenam, sampai tenggelam. (HR. Ahmad 17841, Muslim 1966, Abu Daud 3194 dan yang lainnya).

Sebagian ulama berpendapat, bahwa larangan dalam hadist yang telah diterangkan di atas, berupa larangan makruh. Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Diantara yang berpendapat demikian adalah An-Nawawi. Dalam Syarh Muslim, beliau mengatakan:

الصواب أن معناه تعمد تأخير الدفن إلى هذه الأوقات كما يكره تعمد تأخير العصر إلى اصفرار الشمس بلا عذر وهي صلاة المنافقين كما سبق في الحديث الصحيح قام فنقرها أربعا فأما إذا وقع الدفن في هذه الأوقات بلا تعمد فلا يكره

Artinya: “Yang benar, mengenai makna hadist, bahwa secara sengaja mengakhirkan pemakaman mayat di 3 waktu tersebut hukumnya terlarang, sebagaimana dimakruhkan mengakhirkan pelaksanaan salat asar hingga cahaya matahari menguning, tanpa uzur. Dan ini merupakan salatnya orang munafik. Sebagaimana disebutkan dalam hadist shahih, bahwa orang munafik salatnya sangat cepat seperti mematuk 4 kali. Namun jika pemakaman dilakukan di 3 waktu ini dilakukan tanpa sengaja, maka tidak dimakruhkan. (Syarh Muslim, 6/114).

Sementara ulama lain, berpendapat bahwa hadist ini berlaku sebagaimana makna tekstualnya. Artinya hukumnya terlarang kecuali jika dalam kondisi darurat. Tanpa memandang kesengajaan. Sehingga ketika ada jenazah yang karena sebab tertentu baru bisa dimakamkan di 3 waktu tersebut, maka yang harus dilakukan adalah menunggu berlalunya tiga waktu larangan itu.

Dalam kitab Ahkam al-Janaiz diterangkan:

وهذا تأويل لا دليل عليه، والحديث مطلق يشمل المتعمد وغيره، فالحق عدم جواز الدفن ولو لغير متعمد، فمن أدركته فيها فليتريث حتى يخرج وقت الكراهة

Artinya: Takwil An-Nawawi (bahwa larangan ini sifatnya makruh), tidak memiliki dalil. Karena hadistnya bersifat mutlak, berlaku bagi orang yang sengaja maupun yang tidak sengaja. Sehingga yang benar, tidak boleh memakamkan jenazah ketika waktu itu, meskipun tanpa sengaja. Oleh karena itu, ketika kita menjumpai 3 waktu itu bertepatan dengan pemakaman jenazah, hendaknya kita menundanya sampai waktu larangan itu berlalu. (Ahkam Janaiz, hlm. 139).

2. Haram. dengan berdasarkan hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah RA dengan keterangan sebagai berikut:

أَنَّ النَّبِىّ -صلى الله عليه وسلم- خَطَبَ يَوْمًا فَذَكَرَ رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِهِ قُبِضَ فَكُفِّنَ فِى كَفَنٍ غَيْرِ طَائِلٍ وَقُبِرَ لَيْلاً فَزَجَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُقْبَرَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهِ إِلاَّ أَنْ يُضْطَرَّ إِنْسَانٌ إِلَى ذَلِكَ

Artinya: Suatu hari Nabi SAW berceramah, lalu beliau menyinggung terkait salah satu sahabat yang meninggal, kemudian dikafani dengan kain yang tidak menutupi seluruh tubuhnya, dan dimakamkan malam hari. Kemudian Nabi SAW melarang keras memakamkan seseorang di malam hari, setelah dia disalati, kecuali jika masyarakat terpaksa melakukannya. (HR. Ahmad 14510, Muslim 2228 dan yang lainnya).

Dalam hadisT di atas, terdapat kalimat “[فَزَجَرَ النَّبِىُّ]”

Yang artinya, Nabi SAW melarang keras. Kata ‘zajara’ itu lebih kuat larangannya dibandingkan kata ‘naha’ [arab:نهى].

Karena itu, ulama berbeda pendapat dalam memaknai hadist ini. Ada dua riwayat dari Imam Ahmad. Salah satu riwayat beliau berpendapat makruh, dan dalam riwayat lain, beliau berpendapat terlarang, kecuali jika kondisinya darurat.

Dijelaskan oleh Al-Mardawi dengan keterangan sebagai berikut:

وعنه يكره ذكره ابن هبيرة اتفاق الأئمة الأربعة وعنه لا يفعله إلا لضرورة

Artinya: Dari riwayat Imam Ahmad, makruh memakamkan jenazah malam hari. Ini disebutkan Ibnu Hubairah kesepakatan ulama 4 madzhab tentang ini. ada juga riwayat dari beliau, bahwa tidak boleh memakamkan jenazah malam hari, kecuali jika dalam kondisi darurat. (al-Inshaf, 2/384).

Kemudian di sana ada riwayat lain, bahwa Uqbah bin Amir RA pernah ditanya seseorang, ‘Bolehkah memakamkan jenazah malam hari?’ jawab beliau,

نعم، قد دفن أبو بكر بالليل

Artinya: “Boleh, dulu Abu Bakr dimakamkan di malam hari”. (HR. Baihaqi dalam al-Kubro 6705).

Imam Bukhari dalam shahihnya membuat judul Bab:

وَدُفِنَ أَبُو بَكْرٍ – رضى الله عنه – لَيْلاً

Abu Bakr RA dimakamkan di malam hari. (Shahih Bukhari, 5/249). Bahkan menurut keterangan Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah SAW dimakamkan para sahabat di malam hari. Dengan hadist sebagai berikut:

مَا عَلِمْنَا بِدَفْنِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَتَّى سَمِعْتُ صَوْتَ الْمَسَاحِى مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ لَيْلَةَ الأَرْبِعَاءِ

Artinya: “Saya tidak tahu proses pemakaman Rasulullah SAW hingga saya mendengar suara linggis yang digunakan untuk gali tanah di akhir malam, di malam rabu”. (HR. Ahmad 25065 ).

Bahkan, banyak sahabat senior yang dimakamkan malam hari. Diantaranya Abu Bakr, Utsman, A’isyah, Ibnu Mas’ud, Fatimah, Radhiyallahu ‘anhum, mereka semua dimakamkan di malam hari.

Karena itu, pendapat yang tepat dalam hal ini adalah dengan mengkompromikan semua riwayat di atas. Diantara kompromi yang bagus, disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi. Dalam salah satu fatwanya, beliau menyatakan:

جاء في الحديث النهي عن الدفن ليلاً، وجاء في الحديث الجواز.  والجمع بينهما أنه إذا كان في الدفن ليلاً تقصير في حق الميت، فهو مكروه إذا كان التقصير في حقه، في الكفن، أو في حفر القبر، فهو مكروه،

Artinya: “Terdapat hadis yang melarang memakamkan jenazah di malam hari dan ada hadis yang membolehkan. komprominya, bahwa jika memakamkan jenazah di malam hari menyebabkan hak pengurusan mayat terkurangi (menjadi tidak sempurna), maka hukumnya makruh. Seperti tidak menemukan kafan yang mencukupi, atau liang kuburnya tidak sempurna”.

وإن لم يكن تقصير في حقه فلا بأس، دُفن بعض الصحابة ليلاً، دفن أبو بكر ليلاً، دفن غيره من الصحابة لا بأس، إذا لم يكن تقصيرا في حق الميت، من جهة التغسيل أو الكفن أو الحفر، فلا بأس

Artinya: “Namun jika tidak mengurangi hak jenazah dalam proses pemakamannya, dibolehkan. Beberapa sahabat dimakamkan di malam hari. Abu Bakr dimakamkan malam hari, demikian pula sahabat lain dimakamkan malam hari, tidak mengapa. Selama tidak mengurangi hak mayat, baik yang terkait cara memandikan, mengkafani dan penggalian kubur”.

Wallahu A’lamu Bissowab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here