Aminsaja.com – Buah Ilmu yang Bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang mengenal tentang Allah, sifat-sifat-Nya, nama-nama-Nya dan ilmu tata cara beribadah kepada-Nya dan bersopan santun di hadapan-Nya. Ilmu inilah yang cahayanya melapangkan dada sehingga mudah menerima Islam dan menyingkap tirai serta selaput penutup kalbu sehingga hilanglah segala macam angan dan keraguan darinya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam tho’illah Al-Iskandari sebagai berikut:
العلم النافع هو الذي ينبسط في الصدر شعاعه, وينكشف به عن القلب قناعه
“Ilmu yang bermanfaat adalah yang cahayanya melapangkan dada dan menyingkap tirai kalbu”.
Malik bin Anas berkata, “Ilmu diraih bukan dengan banyaknya periwayatan, melainkan ilmu adalah cahaya yang dipancarkan Allah SWT ke dalam hati”.
Manfaat ilmu ialah mendekatkan hamba kepada Tuhannya dan menjauhkan dari pandangan terhadap diri sendiri. Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba dan akhir dari keinginan dan pencariannya.
Dan Imam Mahdawi berkata, “Ilmu yang berguna adalah ilmu tentang waktu, kejernihan hati, kezuhudan di dunia, dan ilmu tentang hal-hal yang mendekatkan diri ke surga, menjauhkan diri dari neraka, membuat takut kepada Allah SWT dan berharap kepada-Nya, serta ilmu tentang kebersihan jiwa dan bahayanya”.
Itulah ilmu yang dimaksud dengan cahaya yang dipancarkan Allah SWT ke dalam hati siapa saja yang di kehendaki-Nya, bukan ilmu lisan, ilmu logika, atau manqul (ilmu yang dipindahkan dari guru ke muridnya).
Al-Junaidi merangkum semua keterangan itu dengan kata-kata, “Ilmu yang sesungguhnya adalah ilmu tentang Tuhan (ma’rifat) dan ilmu bersopan santun di hadapan-Nya”.
Ibnu Atho’illah mendefinisikan ilmu yang berguna hikmah. Berikut keterangannya:
خير العلم ماكانت الخشية معه
“Sebai-baiknya ilmu adalah yang disertai rasa takut kepada-Nya”.
Rasa takut kepada Allah adalah rasa takut yang disertai pengagungan terhadap-Nya. Ada yang mengatakan, rasa takut dimaksud adalah pengagungan yang disertai penghormatan. Ada lagi yang berpendapat, ilmu adalah rasa takut yang harus disertai amal. Dengan kata lain, ilmu yang baik adalah ilmu yang disertai rasa takut kepada Allah SWT.
Allah SWT. memuji para ulama dengan ilmunya yang disertai rasa takut kepada-Nya. Allah berfirman sebagai berikut:
اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ
Artinya: “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha perkasa, Maha Pengampun”. (QS. Fathir ayat: 28).
Setiap ilmu yang tidak disertai rasa takut tidak akan ada gunanya dan tidak mengandung kebaikan sama sekali. Pemiliknya tidak disebut alim sejati.
Ilmu yang benar adalah yang harus disertai rasa takut, sikap menjaga hukum Allah, taat dan percaya kepada-Nya, berpaling dari dunia dan para pencarinya, mengurangi kebendaan dan menjauhi pintu-pintunya, memberi nasihat kepada makhluk dan berakhlak baik terhadap mereka, tawdhu, menemani orang-orang fakir, serta serta mengagungkan para wali Allah.
Lain halnya dengan ilmu yang tidak disertai rasa takut, ia selalu memupuk keinginan terhadap dunia, menciptakan kesombongan pemiliknya, memalingkan tekad untuk mencarinya, menumbuhkan kesombongan, membuat panjang harapan, dan melupakan akhirat. Jika seorang alim mencintai dunia dan para pencarinya, serta mengumpulkannya melebihi dari kecukupannya, berarti ia lalai dari akhirat dan dari ketaatan kepada Allah sebesar kelalaiannya.
العلم إن قارنته الخشية فلك والا فعليك
“Jika ilmu disertai rasa takut, ia akan berguna bagimu. Namun, jika tidak, ia kan menjadi petaka bagiku”.
Imam Ibnu Rajab (wafat tahun. 795 H) rahimahullaah mengatakan, “Ilmu yang bermanfaat menunjukkan pada dua hal”:
- Mengenal Allah SWT dan segala apa yang menjadi hak-Nya berupa nama-nama yang indah, sifat-sifat yang mulia, dan perbuatan-perbuatan yang agung. Hal ini mengharuskan adanya pengagungan, rasa takut, cinta, harap, dan tawakkal kepada Allah SWT serta ridha terhadap takdir dan sabar atas segala musibah yang Allah SWT berikan.
- Mengetahui segala apa yang diridhai dan dicintai Allah SWT dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya berupa keyakinan, perbuatan yang lahir dan bathin serta ucapan. Hal ini mengharuskan orang yang mengetahuinya untuk bersegera melakukan segala apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya. Apabila ilmu itu menghasilkan hal ini bagi pemiliknya, maka inilah ilmu yang bermanfaat. Kapan saja ilmu itu bermanfaat dan menancap di dalam hati, maka sungguh, hati itu akan merasa khusyu’, takut, tunduk, mencintai dan mengagungkan Allah SWT jiwa merasa cukup dan puas dengan sedikit yang halal dari dunia dan merasa kenyang dengannya sehingga hal itu menjadikannya qana’ah dan zuhud di dunia.
Tidak sedikit dari kita yang menuntut ilmu namun kadang tidak bermanfaat bagi si pemiliknya. Padahal ilmu yang disebut ilmu adalah jika bermanfaat dan bukan ilmu yang sekedar dihafalkan. Yang dimaksud dengan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu syar’i atau ilmu agama yang diamalkan oleh si pemiliknya.
Imam Syafi’i memiliki nasihat berharga di mana beliau berkata,
العلم ما نفع، ليس العلم ما حفظ
“Ilmu adalah yang bermanfaat dan bukan hanya dihafalkan” (Siyar A’lamin Nubala, 10: 89).
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang semakin membuat seseorang mengenal Rabbnya.
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bukan dicari untuk membanggakan diri dan sombong. Sehingga ketika orang di bawahnya menyampaikan suatu ilmu, ia pun menerima jika itu adalah kebenaran.
Ilmu yang bermanfaat membuat seseorang tidak gila dunia, tidak mencari popularitas dan tidak ingin dirinya tenar. Ilmu yang bermanfaat tidak menjadikan seseorang sombong di hadapan yang lain dan tidak sampai membodoh-bodohkan yang lain. Jika ada yang menyelisihi ajaran Rasul, maka ia mengkritiknya karena Allah, bukan marah karena selain Allah atau bukan karena ingin meninggikan derajatnya
Kita saat ini telah hidup di zaman yang lebih banyak orator dari pada alim yang banyak ilmu.
قال ابن مسعود: إنكم في زمان كثير علماؤه قليل خطباؤه، وسيأتي بعدكم زمان قليل علماؤه كثير خطباؤه
Ibnu Mas’ud berkata, “Kalian hidup di zaman yang terdapat banyak ulama dan sedikit yang pintar berkoar-koar. Dan nanti setelah kalian akan ditemui zaman yang sedikit ulama namun lebih banyak orang yang pintar berkoar-koar.”
Sebagaimana yang diterangkan oleh Ibnu Mas’ud sebagai berikut:
فمن كثر علمه وقل قوله فهو الممدوح، ومن كان بالعكس فهو مذموم
“Siapa yang lebih banyak ilmunya dan sedikit bicaranya, maka itulah yang terpuji. Dan jika sebaliknya, maka dialah yang tercela”.
Wallahu ‘Alam Bissowab