Aminsaja.Com – Halal Bihalal Mengajarkan Kita Perdamaian, Idul Fitri adalah hari kemenangan bagi Umat Islam setelah sebulan ditempa ujian menahan diri dari godaan nafsu.
Masyarakat Indonesia merayakan Idul Fitri dengan berbagai tradisi di antaranya, Mudik, Pakai Baju Baru, Makan Bersama, Saling berkunjung dan bermaaf-maafan.
Berbagai tradisi ini berkembang secara terus menerus dengan dipengaruhi oleh budaya dan kearifan lokal daerah masing-masing. Namun Tradisi yang berkembang secara sentral adalah tradisi halal bihalal.
Dikutip dari Historia, istilah Halal bihalal berasal dari kata ‘alal behalal’s dan ‘halal behalal’. Kata ini masuk dalam kamus Jawa-Belanda karya Dr. Th. Pigeaud 1938. Dalam kamus ini alal behalal berarti dengan salam (datang, pergi) untuk (memohon maaf atas kesalahan kepada orang lebih tua atau orang lainnya setelah puasa (Lebaran, Tahun Baru Jawa). Sementara halal behalal diartikan sebagai dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran).
Makna Halal Bihalal
Halal Bihalal memiliki makna penting dalam kehidupan bermasyarakat karena dengan kegiatan ini dapat mempererat tali persaudaraan, kemanusiaan, dan kebangsaan. Dengan demikian Halal Bihalal dapat mempererat Ukhuwah Islamiyah (Persaudaraan karena ikatan Agama Islam), Ukhuwah basyariyah (Persaudaraan karena ikatan kemanusiaan), dan Ukhuwah wathaniyah (Persaudaaraan karena ikatan kebangsaan).
Dengan ketiga Ukhuwah tersebut di atas maka halal bihalal mengajarkan kepada kita tentang perdamaian dan keselamatan bersama antar umat Manusia.
Makna Lain dari halal bihalal adalah :
1. Membebaskan dari kesalahan
Secara umum, kata halal digunakan sebagai lawan balik dari kata haram. Sehingga jika dipahami dalam konteks, halal bihalal merupakan kegiatan yang dilakukan agar terbebas dari dosa dan kesalahan. halal bihalal dapat juga dipahami sebagai salah satu usaha untuk mengubah sikap yang sebelumnya haram atau penuh dosa menjadi halal dan tidak lagi berdosa.
2. Saling Menerima
hekikat halal bihalal adalah saling menerima, saling memaafkan dan menghalalkan kesalahan sesamanya, agar setelah puasa sebulan penuh, umat muslim kembali suci, kembali bersih dan lebih baik dalam menyongsong kehidupan yang lebih baik.
3. Berbesar Jiwa
Halal Bihalal mengajarkan kepada kita sikap besar jiwa mengakui kesalahan, dan bahkan dapat dijadikan ajang rekonsiliasi bagi dua pihak yang bertikai. Semarah apa pun dan sebesar apa pun kesalahan seseorang akan berujung pada kebaikan jika salah satu atau keduanya berbesar hati untuk mengakui kesalahan dengan tulus dan meminta maaf.
4. Menjalin Silaturahmi
Silaturahmi merupakan Amal yang sangat dianjurkan dan banyak memiliki hikmah, di antaranya perdamaian dan keselamatan, disebutkan dalam Al Qur-an:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (QS. Al Hujurat ayat 10).
Dasar Halal Bihalal
Halal Bihalal dalam konteks bahasa memang tidak terdapat dalam bahasa Arab, tetapi hakikat atau substansi dari halal bihalal sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
“Barang siapa yang telah menganiaya kepada orang lain baik dengan cara menghilangkan kehormatannya ataupun dengan sesuatu yang lain maka mintalah halalnya pada orang tersebut seketika itu, sebelum adanya dinar dan dirham tidak laku lagi (sebelum mati). Apabila belum meminta halal sudah mati, dan orang yang menganiaya tadi mempunyai amal saleh maka diambillah amal salehnya sebanding dengan penganiayaannya tadi. Dan apabila tidak punya amal saleh maka amal jelek orang yang dianiaya akan diberikan pada orang yang menganiaya”. (HR. Al Bukhori)
Rasulullah Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk hidup damai, menjalankan amanah dan menjamin keselamatan sesama. Ketika ada yang melakukan kesalahan, Rasulullah SAW mengajarkan untuk memaafkan dan menghalalkan. Dikisahkan pada suatu hari, saat Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama istrinya Sayidana ‘Aisyah, Rasulullah SAW bertemu dengan orang Yahudi. Orang Yahudi menyapa Rasulullah SAW dengan perkataan tidak mengenakkan: Assamu’alaikum. Sebuah sapaan mirip salam, namun berarti kematian/kecelakaan bagimu. Rasulullah SAW Muhammad SAW kemudian membalas “wa’alaikum saam (juga atas kalian).
Aisyah merasa tidak terima, tetapi Rasulullah SAW melarang Aisyah marah: ‘Aisyah, jangan kau ucapkan sesuatu yang keji. Seandainya Allah SWT menampakkan gambaran yang keji secara nyata, niscaya dia akan berbentuk sesuatu yang paling buruk dan jahat. Berlemah lembutlah atas semua yang telah terjadi, karena itu akan menghiasi dan memperindah perbuatan tersebut dan atas segala sesuatu yang bakal terjadi, akan menanamkan keindahannya. Kenapa engkau harus marah dan berang? Baginda Rasul memenangkan Aisyah.
Wallohu A’lam Bissowab