Beranda Aminsaja News Hikmah dan Sejarah Maulid Nabi

Hikmah dan Sejarah Maulid Nabi

106
0
Hikmah dan Sejarah Maulid Nabi

Aminsaja.com Hikmah dan Sejarah Maulid Nabi. Di Negara kita, (Republik Indonesia) perayaan maulid Nabi Muhammad SAW sudah menjadi rutinitas tahunan. Hampir seluruh lapisan masyarakat islam memperingatinya, mulai dari istana negara sampai sudut mushala.

Maulid Nabi Muhammad SAW biasanya diperingati dengan berkumpulnya beberapa orang membaca berzinji, shalawat dan kisah teladan Nabi SAW sepanjang hidupnya. Kisah itu biasanya berupa karya prosa maupun puisi yang berbahasa arab. Tidak jarang pula acara peringatan maulid diisi dengan ceramah agama. Beberapa daerah di Indonesia memiliki ciri khas dalam merayakan maulid Nabi, seperti Jogjakarta yang terkenal dengan grebeg maulid, Surakarta dengan sekaten, dan Banyuwangi dengan endog-endog’an-nya.

Sejarah

Dikutip dari laman NU Online, perayaan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW di bangsa Arab, menurut catatan Ahmad Tsauri dalam Sejarah Maulid Nabi (2015), perayaan Maulid Nabi sudah dilakukan oleh masyarakat Muslim sejak tahun kedua hijriah. Kala itu seorang bernama Khaizuran (170 H/786 M) yang merupakan ibu dari Amirul Mukminin Musa Al-Hadi dan Al-Rasyid datang ke Madinah dan memerintahkan penduduk mengadakan perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi. Dari Madinah, Khaizuran juga menyambangi Makkah dan melakukan perintah yang sama kepada penduduk Makkah untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Jika di Madinah bertempat di masjid, Khaizuran memerintahkan kepada penduduk Makkah untuk merayakan Maulid di rumah-rumah mereka. Khaizuran merupakan sosok berpengaruh selama masa pemerintahan tiga khalifah Dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa Khalifah Al-Mahdi bin Mansur Al-Abbas (suami), Khalifah Al-Hadi dan Khalifah Al-Rasyid (putra). Karena pengaruh besarnya tersebut, Khaizuran mampu menggerakkan masyarakat Muslim di Arab. Hal ini dilakukan agar teladan, ajaran, dan kepemimpinan mulia Nabi Muhammad SAW bisa terus menginspirasi warga Arab dan umat Islam pada umumnya.

Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW

Selain itu hikmah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dapat dihidupkan oleh umat Islam dengan semangat juang dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi SAW. Seorang jenderal dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini) yang dikenal sebagai Salahuddin Ayyubi (Masa kekuasaan 1174 M.– 4 Maret-1193 M) mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal. Salahuddin ingin agar perayaan maulid Nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat berjuang, bukan sekedar perayaan ulang tahun biasa. Namun gagasan Salahuddin tentang Peringatan Maulid Nabi (35-41) ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata khalifah setuju. Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin Al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera mensosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Nilai dan Makna Maulid Nabi

Memperingati maulid Nabi Muhammad SAW memiliki beberapa nilai dan makna, diantaranya:

Pertama: nilai spiritual. Setiap insan muslim akan mampu menumbuhkan dan menambah rasa cinta pada Nabi SAW dengan maulid. Luapan kegembiraan terhadap kelahiran Nabi SAW merupakan bentuk cerminan rasa cinta dan penghormatan kita terhadap Nabi pembawa rahmat bagi seluruh alam sebagaimana dijelaskan dalam surah Yunus; ayat 58:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Artinya:Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

Karena figur teladan ini diutus untuk membawa rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Anbiya’; 10:

لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Artinya:Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?

Kegembiraan Abu Jahal dengan kelahiran Nabi SAW saja dapat mengurangi siksa neraka yang ia cicipi tiap hari senin. Apalagi kegembiraan itu disertai dengan keimanan. Dengan memperingati maulid, kita akan sendirinya ingat dengan perintah bershalawat kepada Nabi SAW. Allah SWT dan malaikat pun telah memberi contoh bagi kita dengan selalu bershalawat kepada beliau SAW sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Ahzab; ayat;56:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya:Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.

Kedua: Nilai moral dapat dipetik dengan menyimak akhlak terpuji dan nasab mulia dalam kisah teladan Nabi Muhammad SAW. Mempraktikan sifat-sifat terpuji yang bersumber dari Nabi SAW adalah salah satu tujuan dari diutusnya Nabi SAW. Dalam peringatan maulid Nabi SAW kita juga bisa mendapat nasihat dan pengarahan dari ulama agar kita selalu berada dalam tuntunan dan bimbingan agama.

Ketiga: Nilai sosial. Memuliakan dan memberikan jamuan makanan para tamu, terutama dari golongan fakir miskin yang menghadiri majelis maulid sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta. Hal ini sangat dianjurkan oleh agama, karena memiliki nilai sosial yang tinggi. Dalam surah al-Insan ayat; 8-9 disebutkan:

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

Artinya: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan”. (Al-Insan ayat; 8)

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

Artinya: “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kami”. (Al-Insan ayat; 8)

Keempat: Nilai persatuan akan terjalin dengan berkumpul bersama dalam rangka perayaan maulid dan bershalawat maupun berdzikir.

Diceritakan bahwa Shalahuddin Al-Ayubi mengumpulkan umat islam dikala itu untuk memperingati maulid Nabi SAW. Hal itu dilakukan oleh panglima islam ini bertujuan untuk mempersolid kekuatan dan persatuan pasukan islam dalam menghadapi perang salib di zaman itu.

Semoga dengan memperingati Maulid Baginda Nabi SAW kita dapat memetik nilai-nilai positif.

Wallahu A’lamu Bissowab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here