Aminsaja.com – Hukum Bandara Jeddah Di Jadikan Miqat oleh Jemaah Haji dan Umrah. Pembahasan ini termasuk pembahasan yang sangat urgen bagi jamaah haji/umroh Indonesia, karena jika ternyata Jeddah bukanlah miqot bagi mereka maka berihrom di Jeddah adalah suatu pelanggaran, meskipun haji/umroh mereka tetap sah, akan tetapi mereka telah melanggar dan harus membayar dam. Karena Titik-titik miqat sudah ditentukan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:
هن لهن ولمن أتى عليهن من غير أهلهن ممن يريد الحج أو العمرة
Artinya: “Miqat-miqat tersebut adalah untuk penduduknya dan orang-orang selain penduduknya yang datang melaluinya, dari orang-orang yang hendak berhaji atau berumrah” (HR. Al Bukhari- Muslim).
Titik Miqat yang Sudah ditentukan oleh Rasulullah SAW
1. Dzulhulaifah
Dzulhulaifah terletak di sebelah utara kota Mekkah, merupakan miqat terjauh. Dzulhulaifah ini lebih di kenal dengan nama Bir ‘Ali. Bir ‘Ali letaknya di kota Madīnah, jarak antara Mekkah dan Bir ‘Ali kira-kira 450 Km. Dzulhulaifah adalah miqatnya penduduk Madīnah.
2. Al-Juhfah
Al-Juhfah adalah miqatnya penduduk Syām, jarak Al-Juhfah sampai kota Mekkah kurang lebih sekitar 157 Km. Akan tetapi sekarang orang-orang mengambil miqot dari Rabigh yang posisinya sedikit sebelum Al-Juhfah, dan para ulama sepakat bahwa barang siapa yang berihram sebelum miqot maka ihramnya sah. Hal ini dikarenakan al-Juhfah sekarang adalah lokasi yang rusak dan tidak dihuni. Dahulu kota Madinah adalah kota wabah demam, namun Nabi berdoa kepada Allah agar memindahkan wabah tersebut ke al-Juhfah. Beliau berdoa :
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا المَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا وَفِي مُدِّنَا، وَصَحِّحْهَا لَنَا، وَانْقُلْ حُمَّاهَا إِلَى الجُحْفَةِ
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah kami cinta kepada kota Madinah sebagaimana cinta kami kepada kota Mekah atau lebih lagi. Ya Allah berkahilah shoo’ dan mudd kami (yaitu alat-alat takaran di kota Madinah-pen), jadikanlah kota Madinah tempat yang sehat bagi kami, dan pindahkanlah demamnya ke al-Juhfah” (HR Al-Bukhari No. 1889 dan Muslim No. 1376).
Akhirnya Al-Juhfah sejak saat itu tidak lagi menjadi tempat hunian, bahkan al-Imam An-Nawawi berkata:
فَإِنَّ الْجُحْفَةَ مِنْ يَوْمِئِذٍ مُجْتَنَبَةٌ وَلَا يَشْرَبُ أَحَدٌ مِنْ مائها إِلاَّحُمَّ
Artinya: “Sesungguhnya Al-Juhfah sejak saat itu dijauhi, dan tidak seorang pun yang minum dari airnya kecuali demam” (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 9/150)
3. Yalamlam
Dibawah Al-Juhfah yaitu di sebelah selatan kota Mekkah ada miqat Yalamlam. Yalamlam adalah miqat bagi penduduk negeri Yaman, jarak Yalamlam ke Mekkah kira-kira 130 Km.
4. Qorn Al-Manazil (as-Sail al-Kabiir)
Qorn Al-Manazil terletak timur kota Mekkah. Qarn Al-Manazil adalah miqat bagi penduduk Najed. Jarak antara Qarn Al-Manazil dengan kota Mekkah kira-kira 80-90 Km. Dan ini miqot terdekat hanya berjarak sekitar 2 marhalah.
5. Dzatu ‘Irq
Dzatu ‘Irq adalah miqatnya bagi penduduk Iraq. Para ulamā khilaf tentang miqat Dzatu ‘Irq ini. Apakah miqat Dzatu ‘Irq ditetapkan oleh Nabi SAW ataukah merupakan ijtihad ‘Umar radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, karena di zaman ‘Umar datang penduduk Iraq, mereka ingin melaksanakan haji atau umrah.
Jika mereka (penduduk Iraq) harus berputar ke arah Qarn al-Manazil terlalu jauh, sehingga ‘Umar pun membuat miqat bagi mereka yang sejajar dengan Qarn al-Manazil dan menetapkan Dzatu ‘Irq yang jaraknya kira-kira sama sejajar dengan Qarn al-Manazil sebagai miqat mereka. Yaitu jarak antara Qarn al-Manazil ke Mekkah sama dengan jarak Dzatu ‘Irq ke Mekkah.
Perlu diingat!: Umar menentukan Dzaatu ‘Irq sebagai miqot penduduk ‘Iraq bukan karena jarak Dzatu ‘Irq adalah 2 marhalah (sekitar 80 km) akan tetapi karena Dzatu ‘Irq sejajar dengan Qorn al-Manazil. Dalam sebagian hadīts disebutkan Nabi SAW yang menentukan Dzatu ‘Irq, sebagian ulama menjama’ bahwasanya Nabi SAW pernah menentukan Dzatu ‘Irq namun ‘Umar tidak mengetahuinya.
Kemudian tatkala datang penduduk Iraq yang ingin bermiqat dari tempat selain dari Qarn Al-Manazil (karena kalau dari Qorn al-Manazil terlalu jauh, mereka harus berputar) maka ‘Umar pun menentukan bagi mereka Dzatu ‘Irq. Dan ternyata ijtihad ‘Umar sesuai dengan hadīts Nabi SAW
Nah bagaimana Miqat jemaah haji atau Umrah Indonesia?. Jika mereka ke Madinah terlebih dahulu, maka miqatnya di Bir Ali (Dzulhulaifah). Ada pun jika mereka tidak lewat Madinah, sebagian ulama mengatakan boleh miqat di Jeddah. Bagi yang datang menuju Makkah melalui udara, sebagian ulama berpendapat bahwa Bandara Udara King Abdul Aziz Internasional (Jeddah) dapat dijadikan sebagai miqat makani. Hal ini berdasarkan pendapat Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Rahimahullah dalam kitab Al-Muhadzdzab dan syarahnya (Majmu’) yang dikarya oleh Imam An Nawawi yang menjelaskan kebolehan mengambil miqat dari mana saja asal mencukupi 2 (dua) marhalah (89,04) dari Makkah. (Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 7/199):
(واما ) اذا آتى من ناحية ولم يمر بميقات ولا حاذاه فقال اصحابنا لزمه ان يحرم على مرحلتين من مكة اعتبارا بفعل عمر رضي الله عنه في توقيته ذات عرق.
Artinya: “Adapun jika seorang jamaah haji datang menuju Makkah dari arah lain dan tidak melewati miqat, dan tidak pula melewati garis lurus miqat, maka mazhab kami (Syafi’iyyah) berpendapat wajib baginya melakukan ihram dengan jarak dua marhalah dari Makkah berdasarkan apa yang telah dilakukan Umar Radhiyallahu ‘Anhu dalam menetapkan miqat Dzatu ‘Irqin.”
Yang demikian ini berdasarkan fatwa para ulama kontemporer:
- Syaikh Mahmud bin Zaid (Ketua Mahkamah Syariah Negara Qatar)
- Fatwa Syaikh Musthafa Az Zarqa
- Syaikh Nuruddin Al Atar
- Keputusan Majelis Ulama Indonesia tahun 1980 yang dikukuhkan kembali tahun 1981, membolehkan Jeddah sebagai miqat makani.
Jadi, tidak usah disikapi secara keras dan menganggap sebuah kesalahan tak termaafkan. Sebab ini perbedaan fiqih sebagaimana masalah fiqih lainnya.
Wallahu A’lamu Bissowab