Beranda Kajian Fiqih Islam Hukum Mengqadha Shalat/Puasa Dan Haji Untuk Mayit

Hukum Mengqadha Shalat/Puasa Dan Haji Untuk Mayit

160
0
Hukum Mengqadha Shalat/puasa Dan Haji Untuk Mayit

Aminsaja.comHukum Mengqadha Shalat/Puasa Dan Haji Untuk Mayit, penting untuk dipahami karena bisa saja salah satu keluarga kita meninggal dalam keadaan banyak meninggalkan kewajiban Shalat, Puasa atau Hajinya.

Ketika terjadi peristiwa seseorang yang meninggal dunia, dia tidak mengerjakan kewajiban dikarenakan sakit, lalu dia berwasiat, kalau nanti dia mati supaya diqadha oleh ahli waris. Maka sebagai ahli waris harus memahami hukumnya.

Pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana hukumnya mengqadha Shalat, puasa dan haji untuk orang yang sudah mati?

Shalat, puasa ramadhan dan Haji merupakan ibadah Mahdhoh, yaitu ibadah yang dilakukan seorang hamba dengan langsung berhubungan dengan sang khalik. Maka pertanggung jawabannya kepada Allah SWT secara pribadi.

Hukum Mengqadha Shalat Orang Yang Sudah Mati

Berkaitan dengan Shalat yang pernah ditinggalkan oleh orang yang sudah mati ada perbedaan pandangan di antara ulama Syafi’iyah, sebagian membolehkan dan sebagian lainya tidak membolehkan.

1. Pendapat Yang Mengatakan “Tidak Boleh”

Tidak boleh dan tidak sah menggadha Shalat mayit karena Shalat termasuk ibadah badaniyah sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

ولو قضاها وارثه بأمره لم يجز لأنها عبادة بدنية {إعانة الطالبين, ج 1 ص 33}

Seandainya ahli waris dari mayit mengqadha atas perintahnya sebelum meninggal, maka tidak diperbolehkan melaksanakannya, karena Shalat itu merupakan ibadah badaniyah. (I’anah Al-Thalibin, juz 1 hal. 33)

Tidak ada kewajiban mengqadha bagi ahli warisnya. Demikian juga mereka tidak berkewajiban menebusnya dengan harta yang ditinggalkan oleh mayit.

2. Pendapat Yang Mengatakan “Boleh”

Mengqadha Sholat mayit hukumnya boleh bagi ahli warisnya, baik sebelum meninggal dunia dia berwasiat atau tidak. Sebagaimana dijelaskan dalam (I’anah Al-Thalibin juz1 hal. 33)

من مات وعليه صلاة الفرض لم تقض ولم تفد عليه, وفي قول أنها تفعل عنه. أوصى بها أم لا, ما حكاه العبادي عن الشافعي لخبر فيه. وفعل به السبكي عن بعض أقلربه {إعانة الطالبين, ج 1 ص 33ْ}

Barang siapa yang meninggal dan punya tanggungan Shalat, maka tidak wajib mengqadha dan membayar tebusan (oleh ahli waris) dan dalam satu pendapat, bahwa Shalat itu boleh diqadha, baik berwasiat atau tidak. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Ubbady dari Imam Syafi’i. Dan Imam Subki pernah mengerjakan (mengqadha Shalat) untuk kerabatnya. (I’anah Al-Thalibin juz 1hal. 33)

Mengqadha Puasa Wajib dan Haji Untuk Mayit  

Mengqadha puasa wajib dan haji untuk orang yang sudah meninggal, adalah melakukan puasa dan haji untuk orang sudah meninggal ketika dia masih mempunyai tanggungan puasa dan haji. Puasa wajib yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah puasa Ramahan.

Puasa Ramadhan

عن عائشة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من مات وعليه صيام صام عنه وليه

Diceritakan dari Siti Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: Apabila ada orang mati, sementara dia masih punya tanggungan puasa, maka walinya harus berpuasa untuknya. (Shahih Muslim, juz 11, hal. 463, Al-Jam’u Baina Al-Sakhikhaini Al-Bukhari, dan dalam kitab-kitab hadist yang lainnya)

Haji

وحدثني علي بن حجر السعدي حدثنا علي بن مسهر أبو الحسن عن عبد الله بن عطاء عن عبد الله بن بريدة عن أبيه رضي الله قال بينا أنا جالس عند رسول الله صلى الله وسلم: إذ أتته إمرأة فقالت إني تصدقت على أمي بجارية وإنها ماتت-قال- فقال: وجب أجرك وردها عليك الميراث, قالت يا رسول الله إنه كان عليها صوم شهر أفأصوم عنها, قال صومي عنها قالت إنها لم تحج قط فأحج عنها قال: حجي عنها {صحيح مسلم}

Telah bercerita kepadaku Ali bin Hujrin Al-Sa’dy telah bercerita kepadaku Ali bin Mushir Abu Al-Hasan dari Abdullah bin Ato’ dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya RA. Beliau berkata: suatu hari aku duduk di samping Nabi SAW. Kemudian ada seorang perempuan datang kepada Nabi dan ia berkata: sebenarnya aku bersedekah untuk ibuku dengan seorang hamba, (budak) sedangkan ibuku telah meninggal. Maka Nabi berkata: “Pahalanya tetap bagimu dan harta warisannya kembali kepadamu”. Perempuan itu berkata lagi, Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku mempunyai tanggungan puasa Ramadhan, bolehkah aku puasa untuknya? Rasul menjawab: “berpuasalah untuk ibumu” kemudian perempuan itu bertanya lagi sebenarnya ibuku belum melaksanakan ibadah haji, bolehkah aku melakukan haji untuknya? Rasul menjawab: “berhajilah untuk ibumu“. (Sahih Muslim)

Dengan demikian, haji yang belum ditunaikan dan puasa yang telah ditinggalkan oleh mayit bisa diqadha atau diamanahkan kepada orang lain, yang sering kita kenal dengan istilah Badal Haji atau Haji Amanah.

Fidyah sebagai ganti puasa yang ditinggalkan oleh mayit

Ibadah puasa Ramadhan merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Allah SWT Kepada seluruh umat Islam (fardu aini). Orang-orang yang memenuhi syarat wajib melaksanakannya, tetapi jika pada suatu saat, orang tersebut tidak puasa ia berkewajiban mengganti puasa yang ditinggalkan tersebut pada hari lain. Persoalannya adalah, bagaimanakah jika seseorang itu tidak mengganti puasa sampai meninggal dunia, bolehkah keluarga atau kerabatnya menggantikan puasanya tersebut dengan membayar fidyah?

Ada beberapa kemungkinan orang meninggal dunia yang belum mengganti puasanya.

Pertama: Orang tersebut meninggalkan puasa karena udzur, ia meninggal sebelum sempat mengganti puasanya, misalnya dia tidak ada waktu untuk mengqadha puasanya. Seperti orang yang meninggal dunia pada pertengahan puasa atau pada saat hari raya, atau karena sakit yang ia derita tak kunjung sembuh hingga ajal menjemputnya. Terhadap orang tersebut tidak punya kewajiban ahli warinya untuk mengganti puasanya, sebab ia tidak berbuat lalai atau meremehkan.

Kedua: Tidak puasa karena tidak ada udzur, Sebenarnya orang tersebut memiliki kesempatan mengqadha puasanya, namun ia tidak mengganti puasa yang telah ditinggalkannya itu, baik karena malas atau alasan yang dibenarkan oleh syara kemudian ia meninggal dunia sebelum mengganti puasanya. Terhadap kasus seperti ini maka ada dua pilihan yang dapat dilakukan oleh ahli waris atau familinya, yaitu dengan cara:

  1. Memberikan makanan kepada fakir miskin,
  2. Mengqadha puasanya.

Ketentuan Membayar Fidyah

Pengertian Fidyah

{قوله فإطعلم ستين مسكينا إلخ} تمليك ستين مسكينا أو فقيرا كل واحد مد طعام, وليس المراد أن يجعل ذلك طعاما ويطعمهم إياه فلو غداهم أو عشاهم لا يكفى {إعانة الطالبين, ج 2 ص 240}

Fidyah adalah membayar denda untuk mengganti kewajiban yang ditinggalkan dengan memberi makan kepada 60 orang fakir miskin, masing-masing orang, satu mud (6 ons)

Ketentuan

Sebagaimana yang diterangkan dalam kitab Nihayah Al-Zain, hal. 192

ومن مات وعليه صيام رمضان أونذر أو كفارة قبل إمكان فعله بأن استمر مرضه الذي لا يرجى برؤه أو سفره المباح إلى موته فلا تدارك للفائت بالفدية ولا بالقضاء ولا إثم عليه لعدم تقصيره فإن تعدى بالإفطار ثم مات قبل التمكن وبعده أو أفطر بعذر ومات بعد التمكن أطعم عنه وليه من تركته لكل يوم فاته مد طعام من غالب قوت البلد فإن لم يكن له تركة لم يلزم الولي إطعام ولا صوم بل يسن له ذلك لخبر من مات وعليه صيام صام عنه وليه {نهاية الزين, ص192}

Orang mati dengan meninggalkan puasa Ramadhan, nadar atau puasa kafarat sedangkan ia belum sempat menggantinya, seperti sakit yang ia derita terus berkepanjangan dan sedikit harapan untuk sembuh, atau ia terus melakukan perjalanan mubah (perjalanan yang bukan untuk kemaksiatan) sampai ia mati. Maka orang itu tidak perlu mengganti puasa yang ditinggalkannya, baik dengan puasa atau dengan membayar fidyah (makanan pokok), sebab ia tidak lalai. Tapi jika ia sengaja tidak berpuasa (tanpa sebab yang dibenarkan), kemudian orang tersebut mati, baik sebelum sempat atau telah punya waktu untuk mengganti puasanya. Atau orang itu tidak puasa karena ada alasan yang dibenarkan, kemudian meninggal setelah ia memiliki kesempatan untuk mengqadha puasanya. (dalam dua masalah ini) wali atau keluarga mayit harus memberikan satu mud makanan pokok daerah itu, setiap satu hari makanan itu diambil dari tirkat (harta peninggalan) mayit dan diberikan kepada fakir miskin. Apabila orang meninggal itu tidak memiliki harta, maka wali tidak wajib berpuasa atau membayar fidyah yang diambil dari hartanya sendiri, tapi (perbuatan itu) disunahkan kepada wali. Sesuai dengan hadits Nabi SAW. Barang siapa yang mati sedangkan ia punya tanggungan puasa, maka walinya boleh berpuasa untuknya. (Nihaya Al-Zain hal. 192)

Ketentuan ini sesuai dengan sabda Nabi:

عن ابن عمر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من مات وعليه صيام شهر فليطعم عنه مكان كل يوم مسكين {سنن ابن ماجه, ج 1 ص 558 رقم 1747)

Dari Ibnu Umar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: barang siapa yang mati dan dia mempunyai kewajiban puasa, maka hendaklah setiap hari (ahli warisnya) memberikan makan kepada fakir miskin. (Sunan Ibnu Majah.1747)

Dengan demikian ada beberapa pilihan, apabila ada keluarga kita yang meninggal dunia dengan mempunyai hutang puasa, yakni bisa dengan mengqadha puasanya atau dengan membayar fidyah.

Wallahu A’lam Bissowab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here