Beranda Kajian Fiqih Islam Hukum Puasa Ramadan Bagi Perempuan Hamil dan Menyusui

Hukum Puasa Ramadan Bagi Perempuan Hamil dan Menyusui

160
0
Hukum Puasa Ramadan Bagi Perempuan Hamil dan Menyusui

Aminsaja.comHukum Puasa Ramadan Bagi Perempuan Hamil dan Menyusui. Sebagai umat muslim, sudah sepantasnya mengetahui tentang apa itu puasa dan hal-hal yang berkaitan dengan puasa. Alasannya, dalam melakukan ibadah puasa tidak boleh sembarangan. Jika ilmu atau pengetahuan tentang puasa belum cukup, simak pembahasan tentang puasa berikut ini. Dengan pengetahuan yang cukup, akan membuat ibadah lebih sempurna.

Puasa berasal dari bahasa Arab “Shoum” atau “Shaum”. Arti dari kata tersebut adalah menahan diri dari sesuatu. Ada juga yang mengatakan “shiyam”, kata ini juga memiliki arti yang sama. Menahan diri di sini dapat berupa banyak hal. Dalam konteks puasa, menahan diri berarti tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.

Menurut istilah pengertian puasa adalah menahan diri untuk tidak makan dan minum, serta beberapa hal yang membatalkannya. Menahan diri dimulai dari terbit fajar (shadiq) sampai tenggelamnya matahari. Puasa harus dikerjakan dengan mengucap niat terlebih dahulu, dan memenuhi ketentuan yang berlaku.

Rukun Puasa

Seperti halnya ibadah yang lainnya, puasa juga harus dikerjakan dengan benar. Tidak boleh menjalankan ibadah puasa dengan asal mengerjakan seperti meninggalkan makan dan minum, akan tetapi ibadah puasa  terdapat ketentuan dan aturan yang harus diikuti. untuk mengetahuinya, berikut adalah rukun puasa yang harus dikerjakan sebelum berpuasa.

  1. niat puasa di dalam hati untuk mengerjakannya. Niat ini hukumnya adalah wajib dan dikerjakan pada malam hari.
  2. Menghindari dan meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa. Hal ini dilakukan dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan dari siapa pun.

Syarat Wajib Puasa

  1. Beragama Islam.
  1. Berakal sehat dan Baligh.
  2. Mampu atau kuat menjalankan puasa.
  3. Sehat jasmani dan rohani.
  4. Bukan orang yang sedang bepergian jauh/musafir. Sering juga disebut Mukim.

Syarat Sah Puasa

  1. Beragama Islam
  1. Bagi perempuan, harus dalam kondisi suci dari haid dan nifas.
  2. Mampu untuk membedakan antara yang baik dan buruk (Tamyiz).
  3. Mengetahui waktu kapan saja yang diperbolehkan berpuasa dan kapan dilarang berpuasa.

Hukum Puasa Ramadan Bagi Perempuan Hamil dan Menyusui

Seorang perempuan hamil atau menyusui ketika bulan Ramadan, maka diperbolehkan tidak berpuasa, apabila khawatir pada dirinya dan anaknya, akan tetapi wajib Qodha dan fidyah. Sebagaimana keterangan sebagai berikut:

  (وَأَمَّا الْحَامِلُ وَالْمُرْضِعُ فَإِنْ أَفْطَرَتَا خَوْفًا) مِنْ الصَّوْمِ. (عَلَى نَفْسِهِمَا) وَحْدَهُمَا أَوْ مَعَ وَلَدَيْهِمَا كَمَا قَالَهُ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ (وَجَبَ) عَلَيْهِمَا (الْقَضَاءُ بِلَا فِدْيَةٍ) كَالْمَرِيضِ. ((أَوْ) (عَلَى الْوَلَدِ) أَيْ وَلَدِ كُلٍّ مِنْهُمَا (لَزِمَتْهُمَا) مَعَ الْقَضَاءِ (الْفِدْيَةُ فِي الْأَظْهَرِ)  

Artinya: “Perempuan Hamil dan Menyusui ketika tidak berpuasa karena khawatir pada diri mereka, atau khawatir pada diri mereka dan bayi mereka (seperti yang diungkapkan dalam kitab Syarh al-Muhadzab), maka wajib mengqadha puasanya saja, tanpa perlu membayar fidyah, seperti halnya bagi orang yang sakit. Sedangkan ketika khawatir pada kandungan atau bayi mereka, maka wajib mengqadha puasa sekaligus membayar fidyah menurut qaul al-Adzhar” (Syihabuddin al-Qulyubi, Hasyiyah al-Qulyubi ala al-Mahalli, juz 2, hal. 76).

   والمراد بالخوف على الولد: الخوف على إسقاطه بالنسبة للحامل  

Artinya: “Yang dimaksud dengan khawatir pada kandungan adalah khawatir gugurnya kandungan (apabila melanjutkan puasa) bagi orang yang sedang hamil. (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatho, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2, halaman 273).  

Fidyah adalah seukuran satu mud makan pokok, sebagaimana yang dijelaskan sebagai berikut:

فصل في الفدية وهي مد من الطعام لكل يوم من أيام رمضان وجنسه جنس زكاة الفطر فيعتبر غالب قوت البلد على الأصح

Artinya, “Pasal mengenai fidyah. Fidyah adalah seukuran satu mud makanan (sebagai denda) untuk setiap hari (pembatalan puasa) di bulan Ramadan. Jenis makanannya adalah jenis makanan yang dipakai untuk zakat fitrah. Jenis makanan pokok umum penduduk masyarakat setempat dinilai (sah) menurut pendapat yang paling shahih,” (Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz.

Fidyah sebesar satu mud (0,6 Kg atau 3/4 liter) beras (untuk umumnya masyarakat Indonesia) dibayar sebagai denda untuk satu hari puasa yang ditinggalkan pada bulan Ramadan.

Hukum membayar Fidyah memakai uang

Membayar fidyah memakai uang hukumnya boleh, sebagaimana keterangannya sebagai berikut:

قوله: “ويجوز دفع القيمة” قال في التنوير وجاز دفع القيمة في زكاة وعشر وخراج وفطرة ونذر وكفارة غير الاعتاق اهـ

Artinya: “Ucapan Syekh Hasan, boleh menyerahkan nominal, berkata di kitab al-Tanwir, boleh menyerahkan nominal di dalam zakat, harta sepersepuluh, pajak, zakat fitrah, nazar dan kafarat selain memerdekakan.” (Syekh Ahmad bin Muhammad al-Thahthawi al-Hanafi, Hasyiyah ‘ala Maraqil Falah, hal. 724). Dan dijelaskan dalam keterangan yang lain sebagai berikut:

“ويجوز الفطر لشيخ فان وعجوز فانية” سمي فانيا لأنه قرب إلى الفناء أو فنية قوته وعجز عن الأداء “وتلزمهما الفدية” وكذا من عجز عن نذر الأبد لا لغيرهم من ذوي الأعذار “لكل يوم نصف صاع من بر” أو قيمته بشرط دوام عجز الفاني والفانية إلى الموت  

Artinya: “Boleh berbuka puasa bagi laki-laki dan perempuan tua yang sirna. Disebut sirna karena hampir meninggal atau telah sirna kekuatannya. Dan Ia yang lemah dari melaksanakan puasa, serta wajib keduanya membayar fidyah. Demikian pula bagi orang yang lemah dari nazar berpuasa seumur hidup, bukan untuk selain mereka dari orang-orang yang memiliki uzur. Setiap hari adalah separuh sha’ dari gandum atau nominalnya dengan syarat permanennya ketidak mampuan laki-laki dan perempuan tua hingga meninggal dunia.”

Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aaamien

Wallahu A’lamu Bissowab















LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here