Beranda Kajian Fiqih Islam Larangan Mencukur Rambut dan Memotong Kuku Ketika Mau Berkurban

Larangan Mencukur Rambut dan Memotong Kuku Ketika Mau Berkurban

63
0
Larangan Mencukur Rambut dan Memotong Kuku Ketika Mau Berkurban

Aminsaja.com Larangan Mencukur Rambut dan Memotong Kuku Ketika Mau Berkurban. Terdapat salah satu hadits dalam Sahih Muslim tentang larangan memotong rambut dan kuku ketika memasuki tanggal 10 Dzulhijjah. Larangan ini diperuntukkan bagi orang yang berniat untuk melaksanakan ibadah kurban. Bagaimana penjelasannya? Adakah kalimat larangan itu bermakna haram, makruh, atau apa? Berikut ini akan dibahas hadits tersebut dari beberapa aspeknya

حدثنا ابن أبي عمر المكي، حدثنا سفيان، عن عبد الرحمن ابن حميد ابن عبد الرحمن ابن عوف، سمع ابن المسيب يحدث، عَن أم سلمة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا دَخَلَتِ الْعَشْرُ، وأراد أحدكم أن يضحي، فلا يمس من شعره وبشره شيأ. (رواه مسلم)

Artinya: “Meriwayatkan hadits kepada kami Ibnu Abi Umar Al-Makky, bercerita kepada kami Sufyan, dari Abdurrahman bin Humaid bin Abdirrahman bin Auf. Ia mendengar Ibn Al-Musayyab menceritakan dari Ummi Salamah bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ bersabda: Jika hari kesepuluh telah tiba, dan salah satu di antara kalian ingin menyembelih Kurban, maka jangan menyentuh (memotong) apa pun dari rambut pada kulit kalian”. (HR Muslim, nomor 1977)

Para ulama berselisih pendapat mengenai orang yang akan memasuki 10 hari awal Dzulhijah dan dia berniat untuk berkurban

[Pendapat Pertama]

Sa’id bin Al Musayyib, Robi’ah, Imam Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian murid-murid Imam Asy Syafi’i mengatakan; bahwa larangan memotong rambut dan kuku (bagi orang yang mau kurban) dihukumi haram sampai diadakan penyembelihan kurban pada waktu penyembelihan kurban. Secara zhohir (tekstual), pendapat pertama ini melarang memotong rambut dan kuku bagi orang yang mau kurban berlaku sampai hewan kurbannya disembelih. Misal, hewan kurbannya akan disembelih pada hari tasyriq pertama (11 Dzulhijah), maka larangan tersebut berlaku sampai tanggal tersebut.

[Pendapat Kedua]

Pendapat ini adalah pendapat Imam Asy Syafi’i dan murid-muridnya. Mereka menyatakan bahwa larangan tersebut adalah makruh yaitu makruh tanzih, dan bukan haram. Pendapat ini menyatakan makruh dan bukan haram berdasarkan hadits ‘Aisyah yang menyatakan bahwa Nabi SAW pernah berkurban dan beliau tidak melarang apa yang Allah halalkan hingga beliau menyembelih hadyu (kurbannya di Makkah). Artinya di sini, Nabi SAW tidak melakukan sebagaimana orang yang ihrom yang tidak memotong rambut dan kukunya. Ini adalah anggapan dari pendapat kedua. Sehingga hadits di atas dipahami makruh.

[Pendapat Ketiga]

Yaitu pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya menyatakan tidak makruh sama sekali. Dan Imam Malik dalam salah satu pendapat menyatakan bahwa larangan ini makruh. Pendapat beliau lainnya mengatakan bahwa hal ini diharamkan dalam kurban yang sifatnya sunah dan bukan pada kurban yang wajib.

Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama, berdasarkan larangan yang disebutkan dalam hadits di atas dan pendapat ini lebih hati-hati. Pendapat ketiga adalah pendapat yang sangat-sangat lemah karena bertentangan dengan hadits larangan. Sedangkan pendapat yang memakruhkan juga dinilai kurang tepat karena sebenarnya hadits ‘Aisyah hanya memaksudkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perkara yang sifatnya keseharian yaitu memakai pakaian berjahit dan memakai harum-haruman, yang seperti ini tidak dibolehkan untuk orang yang ihrom. Namun untuk memotong rambut adalah sesuatu yang jarang dilakukan (bukan kebiasaan keseharian) sehingga beliau masih tetap tidak memotong rambutnya ketika hendak berqurban.

Dalam kitab Mirqatul Mafatih menyimpulkan.

الحاصل أن المسألة خلافية، فالمستحب لمن قصد أن يضحي عند مالك والشافعي أن لا يحلق شعره، ولا يقلم ظفره حتي يضحي، فإن فعل كان مكروها. وقال أبو حنيفة: هو مباح ولا يكره ولا يستحب، وقال أحمد: بتحريمه

Artinya, “Intinya ini masalah khilafiyah: menurut Imam Malik dan Syafi’i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban, sampai selesai penyembelihan. Bila dia memotong kuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan dihukumi makruh. Sementara Abu Hanifah berpendapat memotong kuku dan rambut itu hanyalah mubah (boleh), tidak makruh jika dipotong, dan tidak sunah pula bila tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya.”

Apa yang Dimaksud Rambut Yang tidak boleh Dipotong?

Yang dimaksud dengan larangan mencabut kuku dan rambut di sini menurut ulama Syafi’iyah adalah dengan cara memotong, memecahkan atau cara lainnya. Larangan di sini termasuk mencukur habis, memendekkannya, mencabutnya, membakarnya, atau memotongnya dengan bara api. Rambut yang dilarang dipotong tersebut termasuk bulu ketiak, kumis, bulu kemaluan, rambut kepala dan juga rambut yang ada di badan.

Hikmah Larangan Mencukur Rambut dan Memotong Kuku

Menurut ulama Syafi’iyah, hikmah larangan di sini adalah agar rambut dan kuku tadi tetap ada hingga kurban disembelih, supaya makin banyak dari anggota tubuh ini terbebas dari api neraka.

Ada pula ulama yang mengatakan bahwa hikmah dari larangan ini adalah agar tasyabbuh (menyerupai) orang yang muhrim (berihrom). Namun hikmah yang satu ini dianggap kurang tepat menurut ulama Syafi’iyah karena orang yang berqurban beda dengan yang muhrim. Orang berkurban masih boleh mendekati istrinya dan masih diperbolehkan menggunakan harum-haruman, pakaian berjahit dan selain itu, berbeda halnya orang yang muhrim.

Wallahu A’lamu Bissowab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here