Aminsaja.com – Segala Amal Perbuatan Manusia Akan Dibalas. Diantara wasiat berharga yang disampaikan oleh Lukman Al Hakim. Ia menyampaikan pada anaknya bahwa setiap kejelekan dan kebaikan sekecil apa pun, maka pasti akan dihadirkan atau dibalas oleh Allah pada hari kiamat. Wasiat ini mengajarkan kepada kita bagaimana setiap amalan kita yang nampak dan tersembunyi akan dibalas. Begitu pula nasihat beliau menunjukkan akan luasnya ilmu Allah. Sehingga kita harus yakin bahwa Allah akan selalu mengawasi kita di mana saja kita berada. Allah Ta’ala berfirman sebagai berikut:
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Artinya: “(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman: 16).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah wasiat yang sangat berharga yang Allah ceritakan tentang Lukman Al Hakim supaya setiap orang bisa mencontohnya. Kezholiman dan dosa apa pun walau sebesar biji sawi, pasti Allah akan mendatangkan balasannya pada hari kiamat ketika setiap amalan ditimbang. Jika amalan tersebut baik, maka balasan yang diperoleh pun baik. Jika jelek, maka balasan yang diperoleh pun jelek” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 55).
Asy Syaukani rahimahullah menerangkan, “Meskipun kejelekan dan kebaikan sebesar biji sawi (artinya: sangat kecil), kemudian ditambah lagi dengan keterangan berikutnya yang menunjukkan sangat samarnya biji sawi tersebut, baik biji tersebut berada di dalam batu yang jelas sangat tersembunyi dan sulit dijangkau, atau di salah satu bagian langit atau bumi, maka pasti Allah akan menghadirkannya (artinya: membalasnya)” (Fathul Qodir, 5: 489). Sebagaimana diterangkan dalam ayat sebagai berikut:
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ
Artinya: “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan” (QS. Al Anbiya’: 47).
Dan juga dijelaskan dalam ayat lain sebagai berikut:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az Zalzalah: 7-8).
Walaupun kezholiman tersebut sangat tersembunyi, Allah akan tetap membalasnya. Karena Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman: 16).
Maksud “lathif” ayat ini adalah ilmu Allah itu bisa menjangkau sesuatu yang tersembunyi dan tidaklah samar bagi Allah walaupun sangat kecil dan lembut. Sedangkan maksud “khobir” adalah Allah mengetahui jejak semuk sekali pun meskipun di malam yang gelap gulita (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 55).
Asal-Muasal Nasihat Lukman Al-Hakim
Mengapa Lukman Al-Hakim bisa mengeluarkan nasihat tersebut kepada anaknya?. Diceritakan oleh para ulama dengan dua tafsiran:
1. Anak Lukman Al-Hakim berkata pada ayahnya, bagaimana jika suatu di bawah dasar laut, apakah Allah juga mengetahuinya? Maka Lukman Al-Hakim menjawab dengan ayat إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ. Demikianlah tafsiran dari As Sudi.
2. Anak Lukman Al-Hakim berkata pada ayahnya, bagaimana jika aku melakukan suatu dosa lantas tidak ada seorang pun yang melihatnya, bagaimana Allah bisa mengetahuinya?. Lukman Al-Hakim menjawab dengan ayat yang sama إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ. Demikian pendapat Maqotil. (Lihat Zaadul Masiir, 6: 321).
Yang Dimaksud Shokhroh
Imam Qotadah mengatakan bahwa “shokhroh” (صَخْرَةٍ) dalam ayat di atas berarti gunung (Zaadul Masiir, 6: 321). Artinya, walaupun dosa tersebut dilakukan di dalam gunung sekali pun, Allah tetap akan mengetahuinya karena Allah itu “lathif” lagi “khobir”.
Menurut As Sudi yang dimaksud dengan “shokhroh” (صَخْرَةٍ) dalam ayat tersebut adalah batu yang berada di bawah lapisan bumi yang ketujuh dan bukan berada di bawah langit atau berada di muka bumi. Namun Ibnu Katsir menyanggah hal ini, dia menyatakan bahwa tafsiran tersebut berasal dari berita Isroiliyat, di mana berita ini tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa didustakan.
Renungan Bersama
Allah akan membalas kejelekan apa pun walau sangat-sangat tersembunyi karena luasnya ilmu Allah dan kesempurnaan serta kemahatahuan Allah (Taisir Al Karimir Rahman, 648).
Ayat ini mengajarkan bagaimana keilmuan Allah yang sangat luas. Semoga dengan memahami dan merenungkan hal ini, kita akan semakin berhati-hati dalam berbuat maksiat, semakin takut kepada Allah di mana pun kita berada. Ingatlah setiap dosa dan kesalahan akan nampak di sisi Allah dan akan dibalas.
Wallahu A’lamu Bissowab